Demontrasi Rasial Pecah, Komunitas Muslim Dan Imigran Jadi Sasaran Di Inggris

Inggris tengah menghadapi situasi tegang dalam sepekan terakhir akibat demonstrasi bernuansa rasial yang dipicu oleh kelompok sayap kanan. Aksi protes tersebut berujung pada bentrokan dengan kepolisian dan warga setempat. Para imigran pencari suaka menjadi dan komunitas muslim menjadi target sasaran.

Salah satu kerusuhan terjadi di dekat Hotel Holiday Inn Express di Rotherham, menyusul pembakaran hotel serupa di Tamworth, Inggris Utara. Di Liverpool, demonstrasi meluas hingga menyebabkan tindakan vandalisme, termasuk terhadap masjid-masjid setempat.

Awal Mula Kerusuhan

Pada 29 Juli 2024, tiga anak perempuan tewas dalam acara di Southport setelah penikaman brutal. Hanya beberapa jam setelah insiden tersebut, gambar-gambar rekayasa AI yang menampilkan seorang pria berpakaian Muslim tradisional mengacungkan pisau di luar gedung Parlemen Inggris beredar di media sosial. Gambar tersebut, yang dibagikan oleh akun bernama Europe Invasion, telah dilihat lebih dari 900.000 kali di X, memicu kemarahan dan memobilisasi kelompok sayap kanan.

Sentimen Xenofobia dan Premanisme Sayap Kanan

Dalam analisa beberapa tokoh, kerusuhan ini dipicu oleh sentimen xenofobia yang mendalam terhadap komunitas minoritas, terutama Muslim. Rosa Freedman, profesor di Universitas Reading, mengatakan bahwa kerusuhan ini merupakan hasil dari keterlibatan pemerintah Konservatif sebelumnya dengan kelompok-kelompok rasis sayap kanan. Salah satu penghasut utama, Tommy Robinson, terlibat aktif dalam menyebarkan kebencian melalui media sosial kepada 800.000 pengikutnya.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dengan tegas menyebut kekerasan ini sebagai “premanisme sayap kanan.” Ia menegaskan bahwa masyarakat Inggris berhak merasa aman, sementara komunitas Muslim dan minoritas lainnya justru menjadi sasaran kekerasan dan retorika rasis yang semakin tidak terkendali.

Peran Tokoh Sayap Kanan

Kepolisian Inggris mencatat bahwa seruan untuk demonstrasi menyusul insiden penikaman tersebut diperkuat oleh Stephen Yaxley-Lennon, atau Tommy Robinson, yang pernah memimpin English Defence League (EDL). Meskipun EDL telah bubar lebih dari satu dekade lalu, beberapa pengikut Robinson, termasuk anggota kelompok neo-Nazi, terlibat dalam kerusuhan ini. Paul Jackson, profesor sejarah radikalisme di Universitas Northampton, menyatakan bahwa sayap kanan telah mendapatkan momentum sebelum insiden penusukan, dengan Robinson mengadakan pertemuan terbesar sayap kanan di London dalam beberapa tahun terakhir.

Nigel Farage, pemimpin partai Reform UK, juga turut disalahkan karena memicu sentimen anti-imigrasi melalui media sosial. Hal ini, menurut Jackson, semakin meningkatkan kemampuan kelompok-kelompok sayap kanan untuk berorganisasi.

Aksi Tandingan

Setelah hampir sepekan kerusuhan, warga Inggris menggelar aksi tandingan sebagai respons terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kelompok sayap kanan. Pada Sabtu, 10 Agustus 2024, masyarakat Inggris turun ke jalan dalam unjuk rasa anti-rasisme di sejumlah kota, seperti dilaporkan oleh Sky News. Aksi ini bertujuan untuk menolak retorika rasis dan premanisme yang telah memicu kerusuhan di negara tersebut

Tim Redaksi Badamai