Oleh. Muhammad Torieq Abdillah
Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satu isi PP tersebut ialah mengizinkan organisasi masyarakat maupun organisasi keagamaan dapat mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Hal ini mendapatkan respons dari Jaringan Advokat Tambang (Jatam) dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Menurut Jatam, adanya PP ini berpotensi menimbulkan utang sosial kepada pemerintah selanjutnya dan utang ekologi terhadap lingkungan. Adapun WALHI Sulawesi Selatan menyarankan agar ormas keagamaan tidak ikut demi mengkampanyekan agar terhindar dari kerusakan lingkungan.
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah selaku 2 ormas keagamaan terbesar di Indonesia memberikan respons tersendiri. PBNU melalui Ketua Umum, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) pada Senin, 3 Juni 2024, menjelaskan bahwa NU telah siap dengan sumber-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasi yang lengkap, dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut dalam mengelola tambang. Selain itu, Gus Yahya menjamin bahwa pengelolaannya dilakukan secara transparan dan profesional.
Lain hal dengan Muhammadiyah, melalui Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof. Abdul Mu’ti pada Minggu, 2 Juni 2024, memberikan tanggapan bahwa kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan. Ia juga menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada pembicaraan Pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang. Jika pun ada, menurutnya Muhammadiyah akan bahas dengan Pemerintah secara seksama.
Dari ormas keagamaan Katolik, yaitu Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang disampaikan langsung oleh Ketua KWI sekaligus Uskup Agung Jakarta, Prof. Ignatius Kardinal Suharyo Hardjaotmodjo pada Rabu, 5 Juni 2024 langsung menyatakan bahwa KWI tidak akan mengambil bagian masalah pertambangan. Hal ini disebabkan KWI hanya mengurusi pelayanan umat. Jadi, secara tidak langsung, KWI tidak ambil bagian dalam masalah ini.
Baik NU, Muhammadiyah, KWI dan ormas keagamaan dari agama lainnya mesti lebih memperhatikan lagi adanya kebijakan ini. Di sisi maslahah adanya kepercayaan Pemerintah terhadap ormas keagamaan dalam mengelola tambang memang dinilai langkah baik. Namun, mafsadat yang ada juga harus dipertimbangkan berupa adanya kerusakan lingkungan berkelanjutan di saat dunia menghadapi krisis lingkungan.
Selain itu, ormas keagamaan dapat lebih fokus dalam memberikan pelayanan terbaik kepada umat seperti kegiatan keagamaan, pendidikan, kesehatan, sosial budaya, dan lainnya. Sehingga ormas keagamaan turut serta membantu Pemerintah dalam bidang sosial keagamaan. Dengan demikian, ormas keagamaan dapat menimbang kembali kebijakan ini dari segi maslahat dan mafsadat yang ada.
Referensi
- https://nu.or.id/nasional/ketua-umum-pbnu-angkat-bicara-soal-konsesi-tambang-untuk-ormas-keagamaan-RXbOF
- https://news.detik.com/berita/d-7375903/kwi-tak-akan-ajukan-izin-kelola-tambang-bukan-wilayah-kami
- https://muhammadiyah.or.id/2024/06/pp-muhammadiyah-tanggapi-soal-tambang-untuk-ormas-keagamaan
- https://nasional.tempo.co/read/1876139/organisasi-lingkungan-hidup-buka-suara-soal-jokowi-izinkan-ormas-keagamaan-kelola-tambang