Penulis: Muhammad Torieq Abdillah
Sejak konflik Palestina-Israel muncul kembali pada Oktober 2023, berbagai macam respons hadir dari berbagai pihak. Dugaan konflik yang terjadi tidak jauh dari adanya hubungan agama, sosial, dan sebagainya. Sehingga konflik ini direspons sesuai dengan kepentingan yang ada.
Semisal Indonesia, dari segi historis maupun spirit agama menjadi faktor utama dalam mendukung Palestina ketika berhadapan dengan Israel. Secara historis, Palestina diketahui sebagai salah satu negara yang mengakui kedaulatan Indonesia ketika baru merdeka dari Belanda. Adapun secara agama, hubungan erat ukhuwah islamiah menjadi faktor yang menjembatani antara kedua negara yang sama-sama memiliki mayoritas beragama Islam.
Indonesia, baik melalui pemerintah yang sering melakukan diplomasi di sidang PBB, maupun masyarakat yang ikut serta menggaungkan kemerdekaan Palestina di dunia nyata dan maya juga tidak bisa terbendung.
Namun, belakangan ini muncul gerakan yang menamai diri sebagai Julid fi Sabilillah. Gerakan ini bisa dimaknai gerakan nyinyir, tetapi masih pada koridor positif karena memperjuangkan nilai keislaman dan kemanusiaan.
Julid fi Sabilillah dipelopori oleh pegiat media sosial Indonesia Erlangga Greschinov yang menginginkan adanya perlawanan terhadap Israel di media sosial. Sesuai namanya ‘julid’, nyinyiran gerakan ini sebagai bentuk melawan penindasan fisik yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Sebagai bentuk perlawanan, gerakan ini memanfaatkan kecenderungan netizen Indonesia yang biasa nyinyir di media sosial untuk melakukan nyinyir berdampak positif.
Tujuan gerakan ini jelas, melawan ketidakadilan. Meskipun objek perlawanannya ialah Israel, tetapi secara nyata, mereka memberikan penjelasan bahwa siapa pun yang berpihak pada perlawanan ke Palestina, maka itulah yang menjadi target mereka. Akan tetapi, jika ada orang Israel maupun Yahudi menentang kekejaman terhadap Palestina, maka bukan menjadi target mereka. Sebaliknya, jika ada orang Israel, bahkan orang muslim yang mendukung kekejaman terhadap Palestina, maka mereka patut diserang.
Bentuk perlawanan gerakan ini ialah melakukan spam komentar, terutama kepada IDF (tentara Israel) yang menyerang Palestina. Tujuannya jelas, psikologis IDF beserta anteknya akan terganggu. Terlebih netizen Indonesia mampu melakukan doxing terhadap hal berbau privasi, seperti nomor WhatsApp para IDF. Sehingga meskipun fisik para IDF kuat, tetapi secara mental, mereka mulai melemah akibat serangan di media sosial yang tidak terbendung dari Julid fi Sabilillah.
Greschinov selaku pimpinan gerakan selalu mengingatkan bahwa gerakan ini tidak ditujukan pada SARA seperti menyerang etnis Yahudi secara umum karena yang layak diserang ialah Zionis. Sehingga secara tidak langsung Greschinov sembari meluruskan stigma agar netizen bisa membedakan antara Israel, Yahudi, dan Zionis karena antara ketiganya memiliki perbedaan.
Gerakan ini mengingatkan kita pada salah satu nilai moderasi beragama, yaitu adil. Adil di sini benar-benar meletakkan kebenaran dan kesalahan pada tempat masing-masing. Kebenaran yang ada ialah tidak menjadikan Yahudi secara umum sebagai sentimen tersendiri. Padahal, masih banyak Yahudi yang mengutuk keras tindakan penyerangan terhadap Palestina. Begitulah kesalahan yang dilakukan IDF selaku representasi bagian pemerintah Israel dan bagian gerakan Zionis harus dilawan sedemikian rupa.
Nilai keadilan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa umat Islam harus cerdas dalam menyikapi konflik Palestina-Israel. Sehingga dapat dikatakan bahwa Israel merupakan negara (baik secara de jure maupun de facto menurut mayoritas negara di dunia). Yahudi merupakan etnis sekaligus agama mayoritas di Israel. Zionis merupakan gerakan politik dari Yahudi ekstrim. Adapun pelaku dari konflik ini ialah IDF (tentara Israel bagian pemerintah Israel) dan gerakan Zionis. Artinya, juga dapat ditarik kesimpulan bahwa sangat memungkinkan tidak semua warga Israel setuju dengan konflik ini, mengingat umat Islam juga cukup banyak bertempat tinggal di Israel.
Nilai moderasi beragama inilah yang menjadi titik balik keadilan harus ditegakkan berkaca pada gerakan Julid fi Sabilillah