Radikalisme Menyebar Ke Media Sosial, BNPT: Kita Harus Mencegahnya!

Penulis: Salim A Vad’aq

Dr. (Kol.) Hariyanto, M.Pd, mewakili BNPT Nasional bersama UIN Antasari Banjarmasin, mengadakan seminar dan dialog anti-radikalisme di UIN Antasari Banjarmasin pada Sabtu, 5 Agustus lalu. Acara ini dihadiri oleh sekitar 25 civitas akademika dan pemuda-pemudi Banjarmasin. Dialog ini bertujuan mencegah penyebaran paham radikalisme di kalangan anak muda.

“Saat ini, penyebaran radikalisme di kalangan pemuda terjadi melalui empat media: media massa, komunikasi langsung, lembaga pendidikan, dan hubungan kekeluargaan,” ujar Hariyanto.

Hariyanto menilai bahwa kehidupan kerukunan beragama ke depannya akan menghadapi tantangan karena derasnya arus informasi di media sosial. Hal ini menyebabkan pengguna media sosial rentan terhadap kesalahpahaman dalam pemahaman beragama, bahkan berpotensi menjadi korban cuci otak.

“Perlu diingat, para jihadis yang pergi ke Timur Tengah itu mayoritas saintis—mereka semua pintar. Namun, karena mendapat pengetahuan yang salah, akhirnya kepintaran mereka disalahgunakan untuk membunuh orang yang tidak bersalah,” jelasnya.

Ia berpesan kepada pemuda-pemudi Banjarmasin agar terus memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya di Kalimantan Selatan, untuk senantiasa menjaga kerukunan umat beragama.

“Sebagai calon dai di masa depan yang akan memberikan penyuluhan agama, saya berpesan agar kalian menangkal pemahaman radikalisme. Ini bahkan pernah terjadi—seorang takmir masjid menjadi simpatisan radikal,” ujarnya.

KEHIDUPAN MODERASI BERAGAMA: MASA DEPAN HARMONI INDONESIA

Sejak 2018, moderasi beragama telah menjadi program utama Kementerian Agama. Selanjutnya, Perpres Nomor 18 Tahun 2020 telah menetapkan moderasi agama sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.

Ancaman dehumanisasi merupakan tantangan serius bagi kemajemukan Indonesia. Polarisasi akibat banjir informasi dapat menyebabkan kelompok agamawan merasa superior atau kelompok sekuler menjadi arogan, sehingga kedua golongan ini saling mengklaim kebenaran dan saling menghujat.

Baca Juga  Silaturahmi dengan Tokoh Agama Kalsel, Menag: Moderasi Beragama Benteng NKRI

Namun, upaya penanggulangan dehumanisasi terus dilakukan. Momen bersejarah terjadi saat Paus Fransiskus, dalam kunjungan apostoliknya ke Indonesia pada Rabu, 5 September 2024 lalu, turut menandatangani Deklarasi Istiqlal. Deklarasi ini menjadi landasan penting bagi komitmen moderasi beragama dan pencegahan dehumanisasi demi terciptanya masyarakat yang harmonis dan inklusif.