Zaman berubah, dan begitu juga cara manusia menjalani kehidupan beragama. Kita sekarang hidup di era digital, di mana ilmu agama tak hanya kita dapatkan dari masjid atau madrasah, tapi juga dari YouTube, podcast, bahkan media sosial. Ustaz Adi Hidayat dalam sebuah kuliahnya menyampaikan bahwa ini bukanlah hal yang harus ditakuti, tapi justru perlu disikapi dengan bijak.
Menurut beliau, modernisasi dalam agama bukan soal mengganti ajaran, tapi bagaimana kita menyampaikan dan memahaminya sesuai konteks zaman. Islam sebagai agama yang bersifat rahmatan lil ‘alamin selalu punya ruang untuk menjawab tantangan-tantangan baru, asalkan tetap berpijak pada ilmu yang benar.
Namun, ada catatan penting. Ustaz Adi menekankan bahwa kemajuan teknologi juga membawa risiko: munculnya pemahaman instan yang tidak utuh. Banyak orang hari ini mengambil dalil dari potongan video atau kutipan pendek tanpa tahu latar belakangnya. Akibatnya, muncul kebingungan, bahkan sikap yang berlebihan dalam beragama.
Inilah pentingnya belajar agama secara runtut dan dari sumber yang terpercaya. Ustaz Adi mengajak kita kembali ke pendekatan ilmiah dalam beragama — belajar dari Al-Qur’an, hadis, dan pemikiran ulama dengan cara yang terstruktur. Jika ini dilakukan, maka modernisasi bukan ancaman, melainkan jembatan untuk memperluas pemahaman dan memperkuat keimanan.
Modernisasi agama tidak berarti meninggalkan yang lama, tapi menyesuaikan cara kita menyampaikan pesan ilahi di tengah masyarakat yang terus berubah. Dengan bekal ilmu, adab, dan kesungguhan belajar, kita bisa menjadi muslim yang tidak hanya saleh secara pribadi, tapi juga mampu berkontribusi secara sosial.
Ustaz Adi Hidayat mengingatkan bahwa Islam akan selalu relevan, selama kita mau terus belajar dan tidak berhenti mencari pemahaman yang mendalam.