Ketika dunia geger oleh konflik antara Iran dan Israel, banyak yang cepat menyimpulkan bahwa ini adalah perang antaragama : Islam melawan Yahudi. Namun benarkah agama yang menjadi akar dari konflik ini? Atau justru agama hanya dijadikan pembungkus kepentingan politik, sejarah, dan kekuasaan?
Di Balik Label Agama
Konflik Iran-Israel berakar dari perebutan wilayah, ideologi, dan pengaruh geopolitik. Tapi narasi keagamaan terus dimunculkan untuk membakar emosi massa : membela Tuhan, mempertahankan iman, dan menjustifikasi kekerasan.
Padahal agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Justru agama-agama besar di dunia mengajarkan keadilan dan kasih.
Wahai orang – orang yang beriman! jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil, Berlaku adillah , karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh, Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Ma’idah: 8)
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi bagi mereka yang menganiaya kamu. (Injil Matius 5:44)
Orang yang melihat semua makhluk dengan pandangan yang sama, dalam suka maupun duka, ia adalah oranf yang mulia (Bhagavad Gita 6:32)
Tiga kutipan ini cukup menjelaskan bahwa kekerasan bukan jalan suci, dan kebencian bukan jalan iman.
Moderasi: Jalan Tengah yang Bijak
Moderasi beragama adalah kemampuan untuk yakin pada iman tanpa mengancam keyakinan orang lain. Ia bukan kompromi, tapi wujud kedewasaan beragama. Di Indonesia, moderasi menjadi pagar hidup bersama. Namun jika tidak dijaga, konflik dari luar bisa menyulut api di dalam. Media sosial sudah penuh dengan provokasi, hoaks, dan ujaran kebencian atas nama agama. Tanpa sikap moderat, ruang damai akan hilang.
Agama Bukan Musuh, Tapi Solusi.
Konflik Iran dan Israel bukan soal iman vs kafir, tapi soal kepentingan yang dibungkus agama. Kita perlu waspada agar tidak ikut larut dalam narasi yang menyesatkan. Moderasi beragama hadir untuk mencegah kebencian menjadi tradisi. Kita boleh peduli, tapi jangan ikut terbakar. Kita boleh bersuara, tapi jangan ikut memecah. Karena agama sejatinya diturunkan untuk menjaga kehidupan, bukan menghancurkannya.