Kontroversi Pemotongan Gaji karena Salat Jumat: Pelanggaran Hak dan Perspektif Agama

Oleh: Muhammad Torieq Abdillah

Sebuah perusahaan di Surabaya, Jawa Timur, menjadi pusat perhatian setelah muncul laporan bahwa mereka memotong gaji karyawan yang melaksanakan salat Jumat. Selain itu, perusahaan tersebut juga diduga menahan ijazah milik karyawan yang sudah berhenti bekerja. Dugaan ini pertama kali diungkap oleh DPRD Surabaya, yang menyebutkan bahwa kasus tersebut terjadi di perusahaan UD Sentoso Seal.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menyatakan bahwa memberikan sanksi kepada karyawan karena melaksanakan ibadah adalah tindakan yang tidak pantas. Menurutnya, apabila tuduhan tersebut terbukti benar, perusahaan perlu diberi teguran, bahkan sanksi yang sesuai. Ia menekankan pentingnya perusahaan untuk memberikan kebebasan kepada para pekerja dalam menjalankan ibadah menurut ajaran agamanya masing-masing. Menurutnya, persoalan waktu, fasilitas, dan sarana ibadah seharusnya bisa disepakati bersama antara pekerja dan pengusaha, bukan diselesaikan dengan cara memotong gaji tanpa alasan yang jelas.

Kementerian Agama RI juga memberikan respons terhadap masalah ini. Melalui Sekretaris Jenderalnya, Kamaruddin Amin, Kemenag menyatakan bahwa tindakan perusahaan yang memotong gaji karyawan sebesar Rp10.000 karena melaksanakan salat Jumat termasuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Ia menegaskan bahwa setiap individu berhak untuk menjalankan ajaran agamanya, termasuk menjalankan salat Jumat, dan perusahaan seharusnya memberikan ruang untuk itu.

Dalam sudut pandang keagamaan, pendakwah KH Yahya Zainul Ma’arif, atau yang lebih dikenal sebagai Buya Yahya, pernah menekankan pentingnya salat Jumat dalam Islam. Menurutnya, salat Jumat bukan sekadar rutinitas mingguan, melainkan kewajiban yang sangat agung. Ia menyampaikan bahwa meninggalkan salat Jumat tanpa alasan yang dibenarkan syariat merupakan musibah besar bagi seorang Muslim. Buya Yahya menggambarkan bahwa orang yang meninggalkan salat Jumat dengan sengaja tanpa sebab yang sah sedang menghadapi bencana yang lebih berat daripada musibah duniawi seperti kecelakaan. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa seseorang yang menolak kewajiban salat Jumat tanpa alasan yang sah dapat dianggap telah keluar dari Islam.

Baca Juga  Haul Juga tentang Kita

Sehingga dalam kasus ini, sangat disayangkan bahwa UD Sentosa Seal dapat dikatakan melanggar hak asasi manusia yang telah dijamin dalam konstitusi. Secara khusus, UUD 1945 telah menjamin kebebasan beragama di Indonesia yang disebutkan dalam Pasal 28E. Kemudian, hak kebebasan beragama diturunkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kebebasan beragama diartikan bahwa seluruh masyarakat Indonesia dibebaskan menjalankan ibadahnya sesuai ajaran agama masing-masing. Dalam kasus ini, artinya, meskipun pegawai memiliki kewajiban menjalankan pekerjaannya kepada perusahannya. Akan tetapi, ketika ada kewajiban ibadah bagi pegawainya, maka perusahaan wajib mempersilakan pegawainya menjalankan ibadahnya, seperti salat Jumat. Sangat disayangkan kejadian seperti ini terjadi di Indonesia, di mana segala sesuatu telah dijamin negara dalam kebebasan beragama, tetapi ada segelintir orang yang bersikap intoleransi.