NU Dan Muhammadiyah Menyikapi Pendidikan

Oleh: Muhammad Torieq Abdillah

Beberapa waktu lalu, Nahdlatul Ulama (NU) memasuki usia 101 tahun dan Muhammadiyah genap berusia 112 tahun. Selaku dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah ikut mewarnai kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Di usia yang sudah melewati 1 abad, NU dan Muhammadiyah selaku organisasi Islam tidak hanya berfokus di bidang agama, tetapi juga menekankan pentingnya pendidikan.

NU memainkan peran penting terhadap pendidikan pada kalangan kaum tradisionalis yang kebanyakan tinggal di pedesaan. Sehingga pendidikan dan tradisi keagamaan bercorak NU sangat banyak ditemui di pedesaan. Tidak ketinggalan, melalui pesantren, NU mengembangkan pendidikan yang tidak lepas dari basic agama. Meskipun dengan sistem tradisionalis, NU tetap memastikan bahwa pendidikan yang mereka ajarkan tetap relevan dengan konteks perkembangan zaman.
Di samping memiliki hampir 12 ribu pesantren (sesuai data EMIS Kemenag), NU juga tidak ketinggalan pada pendidikan tinggi (formal) dengan setidaknya memiliki 254 perguruan tinggi (menurut data Kompas). Namun, NU tetap sesuai khitahnya dengan ciri mengedepankan nilai-nilai tradisionalis Islam, meskipun di perguruan tinggi.

Bukti lainnya ialah tokoh-tokoh NU berperan dalam memajukan pendidikan di Indonesia dengan banyaknya tokok-tokoh NU yang mengisi posisi menteri agama. Mulai dari KH. Fathurrahman Kafrawi, KH. Masjkur, KH. Saifuddin Zuhri, KH. Lukman Hakim Saifuddin, hingga sekarang Prof. KH. Nasaruddin Umar.

Melalui tokoh-tokoh di atas yang mempunyai peran strategis, maka terbentuknya beberapa kebijakan yang melek terhadap pendidikan. Seperti KH. Fathurrahman Kafrawi pernah membuat kebijakan agar pelajaran agama dimasukkan di sekolah umum. Lalu, KH. Saifuddin Zuhri pernah diberikan tanah hibah oleh masyarakat, tetapi beliau tidak menjadikan tanah hibah tersebut untuk pribadi, melainkan diserahkan kepada kiai agar dijadikan pesantren.

Baca Juga  Moderasi dan Toleransi dalam Islam: Sebuah Tafsir atas Makna Tawasuth dan Tasamuh

Muhammadiyah juga memiliki peran strategis dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Tidak ketinggalan dari NU, Muhammadiyah juga masif dalam membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Meskipun sedikit berbeda, konsep yang dilakukan Muhammadiyah dari NU, yang tidak begitu banyak memiliki pesantren, tetapi Muhammadiyah lebih berfokus pada pendidikan formal. 444 pesantren, 172 perguruan tinggi, dan 3.334 sekolah milik Muhammadiyah berdiri tegak di tanah air.

Pendidikan progresif merupakan ciri dari pendidikan yang diusung oleh Muhammadiyah. Melalui lembaga pendidikan yang dibangun, Muhammadiyah juga menawarkan konsep inklusif dan modern. Sebagaimana contoh, di perguruan tinggi Muhammadiyah tidak hanya diisi oleh mahasiswa beragama Islam, tetapi juga dari kalangan non-Islam. Bahkan, jumlah mahasiswa beragama Islam dan non-Islam di bagian Indonesia Timur hampir berimbang. Uniknya lagi, demi membantu memajukan pendidikan, perguruan tinggi milik Muhammadiyah di Maumere, Nusa Tenggara Timur memperbolehkan mahasiswanya membayar UKT dengan hasil bumi atau komoditas pertanian.

Dari tokoh-tokoh Muhammadiyah juga, banyak posisi penting di bidang pendidikan diisi oleh mereka. Prof. Muhadjir Effendi pernah mengisi sebagai menteri pendidikan. Era kabinet sekarang juga diisi oleh tokoh Muhammadiyah, seperti Prof. Abdul Mu’thi (menteri pendidikan dasar dan menengah), Dr. Fajar Riza Ul Haq (wakil menteri pendidikan dasar dan menengah), Prof. Fauzan (wakil menteri pendidikan tinggi, sains, dan teknologi), hingga yang terbaru Prof. Brian Yuliarto menjabat sebagai menteri pendidikan tinggi, sains, dan teknologi.

Dengan demikian, baik NU maupun Muhammadiyah telah turut serta bersinergi dalam membantu pendidikan di Indonesia. Meskipun dengan jalan yang berbeda, tetapi kedua organisasi Islam ini telah memberikan kontribusi yang signifikan, baik melalui organisasinya sendiri, maupun melalui tokoh masing-masing di pemerintahan.

Sumber Foto: Muhammadiyah.or.id

Baca Juga  Sanksi Sosial Israel di Ajang Internasional