Kilau Moderasi di Paramasan Part 1: Kabar Gembira Penuh Rahmat

Oleh: Habib Salim A Vad’aq

Fahiina qaruba awaanu wad’i hadzal habiib, a’lanati as-samawaati wal araduuna w aman fiihinna bit tarhib …

“Ketika telah menjelang ketibaan kekasih yang tercinta ini, berkumandanglah penjuru langit dan bumi dengan penyambutan maha sukacita…”

Potongan syair dari rawi maulid Simtud Durar yang dikarang oleh Alhabib Ali bin Muhammad Al-Habsyi mendeskripsikan betapa seluruh penduduk langit dan bumi tiada sabar untuk menerima kabar suka cita kedatangan sang kekasih penuh rahmat. Sosok yang ditunggu selama ribuan tahun, membawa rahmat dengan budi kasih dan akhlak yang takkan siapapun bahkan mampu menyamainya. Insan yang bersedih tatkala melihat manusia hidup dalam kesengsaraan. Manusia dengan pendirian teguh, tak dapat disuap serta tak silau gemerlap dunia. Dia pembawa kabar gembira, bagi siapapun manusia yang mengikuti jalan dan ajarannya. Dialah Muhammad Saw, nabi dan utusan agung sepanjang abad.

Beruntung manusia yang mengikuti jalannya, baik dari lahir ataupun karena perjalanan waktu akhirnya menemukan kebenaran sejati. Sesuai nama dari risalah yang rasulullah pegang, adalah sebuah jalan keselamatan (savior) yang ditempuh melalui tindakan penyerahan diri sepenuhnya (submissive) kepada Ilahi Yang maha Kuasa (The Almighty), setidaknya begitulah nama Islam dapat ditafsirkan.

Kabar gembira ini kiranya tidak boleh kita simpan sendiri, semua manusia harus turut mengambil bagian dari jalan suci. Maka apabila kita melihat data, Islam adalah agama dengan pertumbuhan pengikutnya terbanyak di dunia. Menilik laporan dan proyeksi yang dirilis oleh Pew Research Institute (PRI), dari 6,9 Milyar penduduk bumi saat ini, Islam adalah penduduk terbesar kedua di dunia dengan pemeluk 1,6 Milyar, atau sekitar 23% penduduk bumi, satu tingkat dibawah Kekristenan dengan 2,2 Milyar atau sekitar 31% penduduk bumi. Masih menggunakan data yang sama, hal ini terjadi karena Islam merupakan agama dengan pertumbuhan tercepat di dunia, yakni sebesar 73%.

Angka setinggi itu tidak lepas dari perjuangan para pendakwah pembawa risalah nabi, baik mereka yang berkhotbah di perkotaan, atau mereka yang mewartakan Islam hingga ke pelosok hutan. Penulis sendiri adalah salah satu pelaku pendakwah ke pegunungan Meratus sekaligus pelaku penguatan keislam di Pegunungan Meratus.

Pegunungan Meratus adalah rantai kalung pembelah Kalimantan Selatan, menyimpan keelokan alam maupun penghuninya. Masyarakat Dayak adalah masyarakat dominan penghuni wilayah pegunungan Meratus. Mereka masyarakat pemalu dengan pendatang, tapi pada dasarnya mereka adalah masyarakat penuh keterbukaan apabila kita dapat berinteraksi akrab dengan mereka. Mereka adalah masyarakat baik dan penuh ketulusan.

Terbukti, saat ini berbagai keyakinan pendatang telah dianut oleh masyarakat Dayak. Semisal di Paramasan, kita dengan mudah dapat menemui Gereja dari berbagai denominasi bahkan di tengah hutan sekalipun. Begitu juga masjid, kita akan menemui anak-anak atau orang tua pergi ke Surau untuk belajar mengaji dan sembahyang. Padahal mereka semua sebanarnya memiliki kepercayaan lokal tersendiri yaitu Kaharingan. Banyak gereja maupun masjid bersanding dengan balai adat, yaitu balai yang biasa digunakan oleh penganut Kaharingan untuk mengadakan ritual keagamaan mereka.

Ini semua tidak bisa lepas dari para pendakwah dan pengkhotbah yang menyebarkan agama dengan rahmatan lil alamin. Semua berdamping rukun, hidup saling kasih, serta mengayomi. Melihat kehidupan disana, saya pribadi teringat bagaimana kehidupan zaman Rasulullah yang terdiri dari berbagai keyakinan, namun saling mengasihi dan mengayomi. Ala kulli haal….

Bersambung…