Innalillahi, Ulama Karismatik Kal-Sel Guru Danau Meninggal Dunia

Innalillahi wa Inna Lillahi Raji’un, kabar duka datang dari Ulama Karismatik asal kabupaten Hulu sungai Utara, Kalimantan Selatan KH. Asmuni atau yang masyhur dengan Abah Guru Danau berpulang ke Rahmatullah pada Jum’at 2 Februari 2024. Abah Guru Danau wafat di kediaman beliau di daerah Danau Panggang pada pukul 16.30 WITA.

Badamai mendapatkan kabar duka pertama kali via WhatsApp yang tertulis “…Innalillahi Wainailaihi Rajiun.. Telah meninggal dunia Abah Guru Danau Jumat 2 pebruari 2024 jam 16.30 wita di Rumah beliau di Danau Panggang”.

Profil Abah Guru Danau

Dikutip dari naskah penelitian oleh tim penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan, Guru Danau lahir di Danau Panggang pada tahun 50-an, dengan catatan tahun kelahiran yang bervariasi. Anak ketiga dari delapan bersaudara, ayahnya Haji Masuni berasal dari Danau Panggang, sementara ibunya, Hajjah Masjubah, pindah dari Marabahan ke Danau Panggang.

Meskipun hidup sederhana sebagai anak buruh kapal, semangat orang tuanya untuk mendukung pendidikan Guru Danau tetap kuat. Ia menempuh pendidikan di Madrasah Ibtidaiah dan Pesantren Mu’alimin Danau Panggang, serta Pesantren Darussalam Martapura.

Guru Danau belajar dengan ulama terkenal seperti Tuan Guru Semman Mulya dan Tuan Guru Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Ijai). Setelah tamat pesantren, atas anjuran Guru Ijai, ia melanjutkan studi di Pesantren Datuk Kalampaian Bangil di Jawa Timur.

Pada tahun 1980, Guru Danau menikah dan membuka pengajian di Desa Bitin dan Danau Panggang. Dengan izin dari Guru Ijai, ia mengajarkan ilmu agama dengan syarat tidak meminta sumbangan, menggunakan pemisah laki-laki dan perempuan, serta mengajarnya dengan ikhlas.

Guru Danau aktif dalam berdakwah, bersilaturahmi, dan belajar ilmu agama. Selain itu, ia membina beberapa pesantren seperti Darul Aman di Babirik, Raudatus Sibyan di Longkong, dan Ar Raudah I dan II di Jaro Tabalong dan Pangkalanbun.

Pengajian Guru Danau di Bitin dan Danau Panggang awalnya dihadiri sedikit peserta, tetapi dengan waktu, jumlahnya meningkat hingga ribuan orang. Di Mabuun Tanjung, Guru Danau membuka pengajian yang menjadi yang terbesar dengan puluhan ribu jamaah.

Guru Danau mengajarkan materi agama seperti tauhid, fiqih, tasawuf, hadis, tafsir, dan kisah-kisah. Dengan gaya ceramah humoris dan menggunakan bahasa Banjar, ia membuat materi agama mudah dipahami oleh jamaahnya.

Selain menjadi ulama dan pengajar, Guru Danau juga seorang pengusaha sukses. Dengan usaha sarang burung walet dan bisnis lainnya, ia meraih keuntungan besar, memperoleh kekayaan yang digunakan untuk membiayai pembangunan pengajian dan pesantrennya.

Guru Danau menunjukkan kemandirian dan keikhlasan dalam berdakwah, tidak menerima bantuan dana dari masyarakat, pemerintah, atau partai politik. Dengan cara ini, ia menjaga kemandiriannya dan kebebasannya sehingga tidak bisa diintervensi dan didikte oleh penguasa dan partai politik.

Editor: Gusriawan S Wahid