Sejak 16 Januari 2025, Israel menunda pemungutan suara kabinet terkait perjanjian gencatan senjata di Gaza. Keputusan ini diambil setelah muncul kendala dengan Hamas yang dianggap menghalangi persetujuan perjanjian tersebut. Kantor Perdana Menteri Israel menyatakan bahwa kabinet tidak akan mengadakan pertemuan untuk menyetujui kesepakatan tersebut hingga Hamas memenuhi ketentuan yang telah disepakati.
Di sisi lain, Hamas menegaskan komitmennya terhadap perjanjian gencatan senjata yang diumumkan oleh para mediator. Situasi ini terjadi di tengah tekanan domestik yang dihadapi Perdana Menteri Israel untuk memulangkan para sandera, sementara mitra koalisi sayap kanan mengancam akan menarik dukungan jika terlalu banyak konsesi diberikan.
Sementara itu, Hamas menyatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa adanya gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel. Di pihak lain, Israel menegaskan akan terus melanjutkan operasi militernya hingga Hamas dibubarkan dan kontrol keamanan atas wilayah tersebut tetap dipertahankan.
Serangan udara besar terjadi di Gaza pada 18 Maret, bertepatan pada 18 Ramdan saat banyak warga tengah bersantap sahur. Lebih dari 20 pesawat tempur Israel dilaporkan terbang di langit Gaza sebelum melancarkan serangan ke Kota Gaza, Rafah, dan Khan Younis. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa operasi ini menargetkan infrastruktur Hamas.
Dalam serangan tersebut, Mahmoud Abu Wafah, seorang pejabat tinggi keamanan Hamas, dilaporkan tewas. Serangan ini merupakan yang terbesar sejak gencatan senjata dimulai pada 19 Januari lalu, setelah negosiasi untuk memperpanjang kesepakatan gagal mencapai titik temu.
Pemerintah Israel menyatakan serangan ini sebagai respons terhadap penolakan Hamas untuk membebaskan sandera serta menolak berbagai proposal dari mediator internasional. Israel juga mengindikasikan akan meningkatkan intensitas serangan militernya ke wilayah Gaza.
Sementara itu, Hamas menuduh Israel mengingkari perjanjian gencatan senjata dan menyebut tindakan ini dapat membahayakan nasib para sandera yang masih ditahan. Meski belum menyatakan kelanjutan perang, Hamas menyerukan intervensi dari para mediator dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menekan Israel.
Presiden AS Donald Trump dikabarkan telah menerima laporan dari Israel sebelum serangan dilakukan. Amerika Serikat sebelumnya mengusulkan perpanjangan gencatan senjata hingga pertengahan April dengan skema pertukaran sandera dan tahanan Palestina. Namun, pembicaraan yang dimediasi oleh AS belum menemukan kesepakatan antara kedua pihak.
Perang terbaru antara Israel dan Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023, yang berawal dari serangan Hamas ke Israel selatan yang menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera. Sebagai tanggapan, Israel melancarkan serangan yang telah menewaskan lebih dari 48.520 orang di Gaza, mayoritas warga sipil, serta menyebabkan sebagian besar dari 2,1 juta penduduknya terusir dari tempat tinggal mereka. Infrastruktur utama seperti rumah sakit, sistem air, dan sanitasi mengalami kerusakan parah, sementara penduduk menghadapi kekurangan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan tempat tinggal. (M. Torieq Abdiah)
Sumber: detik.com dan bbc.com